Jumat, 30 Mei 2014

TUGAS AWAL PEMAIN TEATER



Rudolf Puspa.
Teater Keliling - Jakarta 


Persiapan seorang aktor/aktris
 


Karya seni teater adalah hasil kerja kolektif. Mulai dari sutradara, pemain, musikus, dekorator, make up, tata cahaya, penerima tamu, penjual tiket, keamanan dan juga penonton. Seorang pemain tidak bisa menciptakan hasil karya yang bagus sendirian. Jadi langkah pertama bagi seorang pemain adalah berada dalam seluruh kegiatan teater dalam kondisi fisik yang optimal serta jiwa yang tenang dan peka.
Dalam mempersiapkan diri menjadi pemain yang siap memerankan sebuah peran maka langkah awal adalah menggunakan waktu dan energinya untuk menyiapkan hal hal yang berada di bawah kontrolnya. Misalnya suara, postur, kesehatan jasmani dan rohani, kemampuan bekerjasama dengan teman bermain, kepekaan menangkap kehidupan di dalam diri dan sekitarnya.
Untuk itu beberapa hal perlu mendapat perhatian untuk disiapkan sebaik mungkin :

1.      Teknik.
Dalam segi teknik acting bisa dibagi dua yakni action dan moment. Action adalah proses fisik untuk mencapai tujuan. Moment adalah apa yang terjadi dalam adegan adegan yang dimainkan oleh seorang pemain teater.
2.      Action.
Berakting artinya ada action. Berakting berarti ada tindakan. Biasaya tindakan disertai ada dialog. Jika hanya ada tindakan tapi tak ada dialog dinamakan “silent acting” Ini tindakan yang justru sangat sulit sebab jika tidak tepat bisa dikatakan mencuri adegan.
Beberapa catatan mengenai acting:
a.       Bisa dilakukan secara fisik.
b.      Fun.
c.       Spesifik.
d.      Ada tujuan kepada lawan main.
e.       Bukan “kiriman paket”
f.       Tidak tergantung kondisi emosi atau fisik tertentu.
g.      Tidak manipulatif
h.      Punya ending
i.        Sesuai dengan karakter peran.
            Penjelasan sebagai berikut:
a.       Bisa dilakukan secara fisik.
Misalnya adegan “minta tolong” tentu bisa di aktingkan. Tapi adegan “mengejar cita cita” bagaimana meng aktingkannya?
b.      Fun.
Acting harus terasa menyenangkan dilihat penonton. Akting tertawa misalnya, bukan dibuat buat tapi memang pemain benar benar tertawa yang sesuai karakter peran tentunya. Akting tertawa sering justru menjadi acting yang sulit. Jadi acting perlu dilatih agar bukan merupakan tindakan yang justru menyakitkan penonton kecuali memang ada kekhususan dari ide sutradara.
c.       Spesifik.
Acting memiliki motifasi yang spesifik sesuai karakter peran. Misalnya mencari informasi. Jadi spesifikasinya adalah “mencari informasi”  Misalnya “gosip”. Bagaimana pemain actying peran yang sedang gosip politik. Maka spesifikasi inilah yang menjadikan kekuatan acting.
d.      Tujuan action kepada lawan main.
Setiap acting harus ada tujuannya. Tujuan pertama adalah terhadap lawan main. Dengan demikian pemain harus memiliki fokus kepada lawan main agar setiap actingnya mendapat respons dari lawan main. Demikian pula sebaliknya actingnya adalah respons dari acting lawan mainnya.
e.       Bukan kirim paket.
Ini merupakan kelemahan terbesar acting. Begitu selesai dialog dnegan lawan main langsung “selesai”. Ia akan menjadi peran yang mati di panggung. Mati karena nganggur. Seharusnya setelah dialog selesai maka perhatikan apa jawaban lawan main sehingga masih akan ada respons yang muncul yang sering disebut “silent acting”. Maka seorang pemain tidak akan pernah selesai beracting sepanjang pertunjukkan, bahkan ketika berada di luar panggung menunggu waktu muncul.
f.       Tidak tergantung kondisi fisik atau emosi lawan main.
Sering seorang pemain menjadi tidak hidup ketika ia ber akting menenangkan kegelisahan peran lawannya sementara lawannya tidak acting gelisah. Maka pemain mesti mampu merubah keadaan yakni dengan acting “memabngun kepercayaan diri” lawan main. Maka actingnya pasti akan lebih hidup karena dia tidka tergantung pada emosi atau fisik lawan mainnya, namun justru ia membangun keadaan lawan mainnya. Tentu akan lebih baik jika lawan main memang bisa memberikan permainan yang sesuai peran yang akan direspons lawan mainnya.  
g.      Tidak manipulatif.
Ketika adegan memiliki motifasi dan tujuan agar sebuah kesedihan yang tercipta menimbulkan lawan main menangis, maka ketika seorang pemain berusaha berakting agar lawan main memangis justru merupakan sebuah tindakan yang manipulatif.  Tapi buatlah akting untuk mengajak teman main tersebut menghadapi kenyataan yang memang penuh kesedihan. Jika tema main menangis maka keadaan itu adalah merupakan reaksi yang jujur dariu batinnya. Ia menangis bukan karena di manipulatif atau direkayasa. Akting adalah sebuah kejujuran.
h.      Punya ending.
Setiap akting tentu punya ending. Misal keadaan peran sedih menangis hingga mengamuk. Namun adegan tersebut tentu ada akhirnya. Kapan berakhir secara tepat inilah akting yang berhasil. Maka pertunjukkan tidak terasa di panjang-panjangkan. Akting pemain juga tidak terasa mengada ada hanya karena ingin berlama lama di atas panggung sehingga membuat akting akting yang mubasir aja. Ini ada hubungannya dnegan kemampuan menakar akting. Jadi harus ada gradasi dan waktu dalam perubahan dari akting ke acting selanjutnya. Berubah namun tetap dalam satu irama yang tidak terputus putus.
i.        Sesuai karakter peran.
Pemain harus mengenali karakter peran baru akan mencari, menggali di dalam dirinya atau di luar dirinya untuk menemukan acting yang tepat dengan perannya. Ini akan menghindari acting yag disebut “manarism” artinya main peran apa saja actingnya ya begitu begitu terus.  Cating marahnya seorang tentara tentu beda dengan seorang dokter misalnya.
3.      Bagaimana caranya memilih action yang tepat untuk melakukan sebuah adegan? Mari kita coba dengan beberapa cara:
a.       Pemain perlu bertanya “apa yang dilakukan karakter?”
Maka ia perlu menjawab seharafiah mungkin. Maka darti berbagai kemungkinan akting maka sang pemain perlu mencari satu hal yang spesifik yag meliputi seluruh dialog. Misal seorang peran sedang mencari rokoknya. Ia pegag saku, lalu amsuk kamar, buka laci meja, mengambil bungkus rokok lalu membuka ambil sebatang lalu ambil korek api dan lalu menyalakan rokok dan menghisapnya. Maka spesifikasi actingnya adalah “merokok”. Jadi semua laku tadi adalah menggiring adegan ke acting “merokok”.

b.      Apa inti dari acting peran?
Misal peran seorang pemain sepakbola sedang merayu penyanyi cantik agar putus dengan pacarnya yang pemain badminton. Jadi action intinya adalah “membujuk”. Maka sepanjang adegan baik lewat dialog dan tindakan adalah dalam aksi “membujuk” tadi.
c.       Apa ada kemiripan dengan hidup pemain?
Mencari kejadian kejadian dalam diri yag pernah dialami yang keadaan emosinya menyerupai atau mendekati suasana emosi peran yang sedang dimainkan. Maka akan dnegan mudah menemukan acting yang tepat bagi perannya.
    Contoh sebuah adegan:
    Seorang suami berusaha memohon istrinya pulang kerumah.
1.      Apa yang dilakukan si karakter? Berteriak memelas  memohon istrinya pulang. Artinya actingnya adalah berteriak.
2.      Inti actionnya apa? Memohon maaf pada orang yang paling dicintai agar segera pulang.
3.      Apa ada kemiripan dalam hidup pemain? Suatu hari misalnya si pemain pernah memecahkan vas bunga kecintaan ibunya, lalu ibunya marah dna mengusirnya. Maka agar dia boleh kembali kerumah ia berusaha memohon maaf atas tindakannya yang buruk.
Jadi suasana emosi ketika minta maaf kepada ibunya dapat dipakai untuk acting meminta maaf kepada istrinya.
Jika dalam diri tak ketemu maka bisa mencari keluar dan ini yang dinamakan observasi.
            
            Dari ketiga cara untuk mendapatkan acting yang terbaik dan tepat bagi karakter yang dimainkan, maka ketika mencari kedalam pengalaman pribadi harus benar benar selektif dan bukan justru hanya menguras pengalaman batin yang justru menjadikan acting berlebihan dari porsinya. Misalnya adegan kematian akan berbahaya bila menggali pengalaman ketika misalnya ibunya memang benar benar wafat dengan cara yang buruk. Jika memainkan peran yang umurnya lebih dari umur pemain tentu harus mencari diluar dirinya. Atau menjadi intel yang menyusup ke daerah perang, tentu saja perlu banyak observasi ke lingkungan militer. Dari ngobrol dengan mereka akan banyak menemukan acting yang ini merupakan fantasi namun sebuah acting fantastis yang menarik sehingga penonton melihat sang pemain adalah benar benar seorang intel.
4.       Hidup dalam moment.
Tugas utama dalam akting adalah memvisualisasikan apa yang terjadi pada saat pertunjukka berlangsung. Bukan kejadian kemarin atau besok lusa. Jadi apapaun yang terjadi ketika berada di panggung harus dihidupkan dalam setiap akting pemain.
Misalnya seorang pemain sedang akting menyelinap ke sebuah ruanga. Ketika membuka pintu ternyata pintu tersebut berderit. Pada saat itu jika pemain pura pura tidak dnegar atau acuh karena suara berderit tidak ada selama latihan atau tidam tertulis dalam naskah, maka penonton akan melihat bahwa akting pemain tidak hidup, tidak realistik. Jadi pemain harus punya daya imprivisasi dalam menghadapi apapun yag terjadi di atas panggung, apalagi jika tidak pernah ada sepanjang latihan atau tak tertulis di naskah. Dalam tempo kurang dari satu detik pemain harus menanggapi secara tepat dan tidak berlebihan.
Contoh lain ketika peran harus marah untuk menyadarkan peran lawan main. Tapi lawannya tidka membuat akting yang membuatnya marah. Jika pemain tetap saja marah marah maka akan terlihat aneh dan menimbulkan pertanyaan kenapa marah marah? Maka akting marahnya jadi akting palsu, di buat buat saja. Jadi harus mampu memancing atau mengarahkan lawan main agar peran marahnya sesuai dengan keadaan lawannya. Ini memang tidka mudha tapi itulah kehebatan pemain yakni mampu mengatasi situasi yang sedang terjadi.
Jadi seorang pemain harus mampu menyensor situasi di panggung pada saat bermain. Itulah arti memahami dan melakukan moment yang tepat di panggung.  Misalnya adegan minta maaf dilakukan dengan teriak karena memang keadaan lawan main memancing untuk itu dan adegan justru menarik dan penonton tersentuh batinnya; maka itu akting yang mampu hidup dalam moment yang sedang ada.  Oleh karenanya jangan berpikir di atas panggung, tapi rasakan suasana dan langsung beracting saja.

5.      Penunjang external.
Ada 3 jenis penunjang akting yang dari hal hal external:
a.       Penyesuaian tubuh. Mislanya postur, suara, aksen, cacat tubuh.
Bila si pemain harus bicara dengan aksen Madura misalnya, maka ia harus benar benar kenal dan mempelajari aksen secara mendetail sehingga ia fasih berbicara dengan aksen Madura.
Kalau ia memainkan peran dengan kaki pincang maka ia harus benar benar belajar menggerakkan kaki yang pincang. Seberapa extrem pincangnya. Pincang sejak lahir atau karena kecelakaan dsb. Jadi benar benar harus diperhitungkan secara matang dan kaya akan observasi.
Yang selalu harus diingat adalah jangan berlebihan. Penonton akan haya melihat permainan pemain dna bukan alat bantunya.
b.      Ornamen. Misalnya costume, make up, property. Pemain harus mengenali semua ornamen yang ada di tubuhnya. Bahwa wajahnya tua , bahwa wajahnya cantik, bahwa tubuhnya pakai costume gembel, bahwa kepalanya pakai mahkota, bahwa ia pakai gelang, pakai sepatu dsb harus benar benar terasa memang itu adalah pakaiannya, asesorisnya, ketuaannya, kecantikannya yang bukan barang tempelan. Oleh karenanya latihan dnegan menggunakan ornamen tersebut sesering mungkin dirasa sangat perlu.
c.       Keadaan fisik.
Yang paling sulit adalah ketika pemain menggambarkan keadaan fisik perannya sering harus dilakukan tanpa keadaan sesungguhnya. Misalnya keadaan fisik yang sedang mabuk, yang kakinya luka berat, yang wajahnya robek dan harus dijahit, yang dadanya sesak nafas. Keadaan fisik yang sedang kedinginan, kepanasan dsb. Maka pemain benar benar harus mampu melakukan akting tangan yang kesakitan, cara jalan orang mabuk, dada sesak nafas, kedinginan atau kepanasan. Latihan harus banyak agar semua itu menjadi sesuatu yang sudah biasa. Maka ketika main di panggung konsentrasinya bukan lagi kepada keadaan fisik tersebut tapi pada suasana peran yang sedang terjadi. Tanda pemain mampu melakukan acting yang bagus adalah ketika insting, rasa, mengalir tanpa harus melewati sensor dirinya sendiri. Daya “rasa” iniolah kekuatan yag paling dahsyat untuk menyentuh jiwa penonton. Penonton yang tersentuh akan tanpa dia sadari seluruh perhatiannya mengikuti setiap acting para pemain sejak mula hingga berakhirnya pertunjukkan teater.

6.      Kesimpulan.
Dengan kemampuan menganalisa peran dalam naskah secara tepat maka pemain sudah melakukan tugasnya hampir separo dari kegiatan berkaryanya.
Saat saat latihan adalah waktu yang tepat untuk berexperimen dengan bermacam macam gaya, berbagai bentuk akting untuk menemukan yang paling indah dna tepat sesuai perannya. Jangan bosan untuk setiap hari latihan mencoba berbagai barang bagi actionnya. Berbagai suara untuk perannya. Berbagai bentuk fisik untuk perannya.
Setelah hari hari latihan selesai dijalani dan telah siap menemukan acting yang terbaik dan menjadi biasa dalam diri pemain maka pada hari pertunjukkan sang pemain tinggal melakukan persiapan yang baik. Persiapan yang terbaik adalah sejak pagi bangun tidur di hari pertunjukkan sudah mulai konsen pada perannya. Jika masih pelajar atau pekerja maka selama di sekolahan atau di tempat kerja usahakan tidak lepas dari perannya; tentu tidak berlebihan, tidak mengganggu suasana belajar atau bekerja.  Selanjutnya ketika sampai tempat pertunjukkan konsentrasi ditambah lebih terarah. Apalagi ketika sudah memakai make up dan costume. Suasana diam adalah hal yang terbaik. Hal ini bagi pemula bisa disiapkan bersama dibawah pimpinan asisten sutradara. Jika sudah profesional biasanya punya cara tersendiri yang snagat indoividual dalam mempersiapkan dirinya. Namun yang terbaik adalah dalam keadaan “diam”. Hal ini akan menjaga mubasirnya energi yang akan mengurangi “power” pemain.  Oleh karenanya sering diperlukan seorang stage manager yang harus berani tegas menata aturan main ini. Sering ada rasa nggak enak jika ada teman atau keluarga yang ingin ketemu. Tapi sebaiknya ini dihindari karena buang tenaga. Jika perlu alat komunikasipun dihentikan dan komunikasi harus lewat satu tangan yakni stage manager. Dia yang akan memilih dan memilah mana yang perlu diberi kesempatan atau tidak. Namun pemain profesional sehartusnya tau menjalani disiplin teater seperti ini sehingga tak perlu diawasi orang lain.
Selanjutnya pemain siap di tempat dimana ia akan memulai adegannya. Lalu dengan tegas mengatakan pada dirinya “action”, “aku adalah............” maka pertunjukkan benar benar memukai memikat dan menggerakkan penonton sehingga ketika pulang membawa pencerahan, pemikirna baru dalam menjawab kehidupan yang sedang berlangsung.

Itulah “teater yang berbicara”

Selamat berlatih.

Jakarta 17 Juli 2011.
Dari bahan studi acting teater keliling 1976.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar