Oleh Onghokham
Polowidjen
untuk masa lalu…
Djabung sekarang menjadi pusat topeng
dari dareah Tumpang Malang-Blimbing. Polowidjen sekarang sedikit mirip
perkotaan meskipun masih agak pedesaan. Ada beberapa rumah besar yang tumbuh
dan dibangun wilayah ini.
Pada tahun 1930, Mbah Reni tinggal di
desa ini. Dia merupakan pemahat terbesar Topeng gaya Malang dan memimpin salah
satu rombongan terbaik topeng wayang saat itu. Polowidjen saat ini menjadi
terkenal karena aktivitas Mbah Reni pada saat itu. Apalagi di jaman itu topeng
wayang mencapai salah satu poin yang tinggi.
Perkembangan itu juga dibantu oleh
Bupati Malang yaitu RAA Soeria-Adiningrat yang memasok dan membantu Mbah Reni
dalam hal artistik seperti emas daun, cat yang baik, dan kayu. Saat ini masker
Mbah Reni berada pada koleksi pangeran dan museum. Kolektor topeng menjaga
mereka sebagai pusaka.
Topeng milik Mbah Reni memiliki
proporsi yang sangat sempurna, ukiran halus, dan warna cat yang terampil. Tidak
ada orang sezamannya atau pendahulu mencapai standar tinggi dalam hal artistik
seperti itu. Di Malang, topeng milik Mbah Reni dianggap klasik.
Di desa Polowidjen hanya ada satu
topeng milik Mbah Reni yang tersisa yaitu milik putrinya yang bernama Mbok Dan,
seorang Janda yang saat itu masih berusia sekitar 50 tahunan, yang tinggal di
sebuah rumah sederhana dan kecil dengan ukiran yang sangat khas.
Topeng merupakan sosok Ragilkuning
(seorang putrid dalam siklus Pandji). Ini memiliki proporsi sempurna, ukiran
pada setiap sudut mata dan mulut sangat kuat dan halus.
Awalnya wajah dicat dengan daun emas.
Semuanya memberikan kesan Sion IMPRES dari kulit gelap matahari-kecokelatan dan
diminyaki lilin susu menutupi wajah seperti tabir tipis transparan. Sang putrid
menatap Anda dengan senyum yang sulit dipajami seperti pengertian “Buddha”.
Di bagian telinganya dua fragmen
berkilauan berlian. Topeng tersebut mungkin salah satu karya terbaik Mbah Reni.
Hal itu mungkin diperintahkan oleh pelindung, tetapi kemudian disimpan oleh
Mbah Reni ketika selesai. Banyak seniman cenderung utnuk menyimpan
potongan-potongan terbaik mereka.
Topeng local ini dianggap memiliki
kekuatan magis dan merupakan pusaka yang sangat dihormati. Mbok Dan juga
melakukannya dengan sangat hormat. Ia menyimpannya dalam sebuah karung putih
dengan melati tradisional (melati) dan bunga kenanga (pohon harum). Dupa selalu
dibakar setiap Kamis malam.
Hal ini meneguhkan adat Jawa bahwa
karya seni yang paling indah selalu dianggap suci dan bukan hanya hasil
pengerjaan fana. Objek dibuat melalui jiwa yang kuat. Terkadang banyak seniman
yang menganggap bahwa menyalin benda-benda klasik itu tidak baik karena
mengandung unsur magis.
Ada sifat mistis untuk semua seni
klasik Jawa, karena cerita-cerita yang mengatakan, musik yang sedang dimainkan
dan gulungan yang dicat adalah representasi dari ilahi warisan. Wayang topeng
termasuk dalam aspek religious dari kebudayaan Jawa. Dalang sering dianggap
sebagai seorang dukun dan penari topeng juga selalu dihormati.
Gamelan terkenal karena sebagai
pusaka, karena keyakinan Jawa yang melekat pada semacam pemujaan leluhur.
Pusaka merupakan objek ibadah untuk
keluarga individu, keluarga desa, atau keluarga ras nasional. Oleh karena itu
Mbah reni berpikiran bahwa topengnya hanya aman digunakan oleh keturunan
keluarganya.
Kesucian topeng milik Mbah Reni juga
perlu diakui karena dipengaruhi oleh tokoh kuat seperti seorang bupati. Fakta
yang berasal dari pemahaman Jawa mengungkapkan bahwa hierarki social-politik
adalaj cerminan dari hirarki ilahi.
Di sisi lain ada konflik kepercayaan
pada saat itu. Seperti perempuan yang beragama Islam tidak diizinkan untuk
menghadiri pertunjukan Topeng Malang karena sesuatu hal. Bahkan keberadaan
wayang hamper tidak ditoleransi oleh kalangan Islam karena mereka menganggap
hal tersebut bagian dari menyembah berhala.
Menurut tradisi, pemahat topeng
selalu transpirasi membuat topeng ketika menemukan pohon yang berbentuk unik di
sekitar mereka. Bahkan kadang mereka membuat topeng karena melalui mimpi.
Begitu juga dengan karya seni
lainnya, seperti wayang Lek (wayang tokoh yang terbuat dari daun aren).
Pemimpin ludruk di Polowidjen memiliki satu set wayang lek. Keberadaan pusaka
ini diselimuti mitos dan legenda desa.
Pada sebuah cerita bahwa pada suatu
hari yang panjang, ada seorang warga yang tidur di bawah pohon palem dan
bermimpi bahwa Ia harus membuat wayang tokoh dari pohon palem. Ia terbangun dan
dijatuhi daun kelapa. Kemudian Ia lalu membuat set eplek wayang dan saat itu
menjadi pusaka desa untuk menangkal kejahatan dan menyembuhkan penyakit.
Saat ini bagaimanapun juga pusaka
tersebut tidak lagi dimainkan sebagai bagian dari desa, tapi hanya disimpan di
satu kotak di sebuah rumah keluarga di desa tersebut.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar