Rabu, 15 Mei 2013

Wayang dalam Dunia Topeng Malang (bag 5)


Oleh Onghokham
Polowidjen untuk masa lalu…
Djabung sekarang menjadi pusat topeng dari dareah Tumpang Malang-Blimbing. Polowidjen sekarang sedikit mirip perkotaan meskipun masih agak pedesaan. Ada beberapa rumah besar yang tumbuh dan dibangun wilayah ini.
Pada tahun 1930, Mbah Reni tinggal di desa ini. Dia merupakan pemahat terbesar Topeng gaya Malang dan memimpin salah satu rombongan terbaik topeng wayang saat itu. Polowidjen saat ini menjadi terkenal karena aktivitas Mbah Reni pada saat itu. Apalagi di jaman itu topeng wayang mencapai salah satu poin yang tinggi.
Perkembangan itu juga dibantu oleh Bupati Malang yaitu RAA Soeria-Adiningrat yang memasok dan membantu Mbah Reni dalam hal artistik seperti emas daun, cat yang baik, dan kayu. Saat ini masker Mbah Reni berada pada koleksi pangeran dan museum. Kolektor topeng menjaga mereka sebagai pusaka.
Topeng milik Mbah Reni memiliki proporsi yang sangat sempurna, ukiran halus, dan warna cat yang terampil. Tidak ada orang sezamannya atau pendahulu mencapai standar tinggi dalam hal artistik seperti itu. Di Malang, topeng milik Mbah Reni dianggap klasik.
Di desa Polowidjen hanya ada satu topeng milik Mbah Reni yang tersisa yaitu milik putrinya yang bernama Mbok Dan, seorang Janda yang saat itu masih berusia sekitar 50 tahunan, yang tinggal di sebuah rumah sederhana dan kecil dengan ukiran yang sangat khas.
Topeng merupakan sosok Ragilkuning (seorang putrid dalam siklus Pandji). Ini memiliki proporsi sempurna, ukiran pada setiap sudut mata dan mulut sangat kuat dan halus.


Awalnya wajah dicat dengan daun emas. Semuanya memberikan kesan Sion IMPRES dari kulit gelap matahari-kecokelatan dan diminyaki lilin susu menutupi wajah seperti tabir tipis transparan. Sang putrid menatap Anda dengan senyum yang sulit dipajami seperti pengertian “Buddha”.
Di bagian telinganya dua fragmen berkilauan berlian. Topeng tersebut mungkin salah satu karya terbaik Mbah Reni. Hal itu mungkin diperintahkan oleh pelindung, tetapi kemudian disimpan oleh Mbah Reni ketika selesai. Banyak seniman cenderung utnuk menyimpan potongan-potongan terbaik mereka.
Topeng local ini dianggap memiliki kekuatan magis dan merupakan pusaka yang sangat dihormati. Mbok Dan juga melakukannya dengan sangat hormat. Ia menyimpannya dalam sebuah karung putih dengan melati tradisional (melati) dan bunga kenanga (pohon harum). Dupa selalu dibakar setiap Kamis malam.
Hal ini meneguhkan adat Jawa bahwa karya seni yang paling indah selalu dianggap suci dan bukan hanya hasil pengerjaan fana. Objek dibuat melalui jiwa yang kuat. Terkadang banyak seniman yang menganggap bahwa menyalin benda-benda klasik itu tidak baik karena mengandung unsur magis.
Ada sifat mistis untuk semua seni klasik Jawa, karena cerita-cerita yang mengatakan, musik yang sedang dimainkan dan gulungan yang dicat adalah representasi dari ilahi warisan. Wayang topeng termasuk dalam aspek religious dari kebudayaan Jawa. Dalang sering dianggap sebagai seorang dukun dan penari topeng juga selalu dihormati.  
Gamelan terkenal karena sebagai pusaka, karena keyakinan Jawa yang melekat pada semacam pemujaan leluhur. Pusaka merupakan objek ibadah  untuk keluarga individu, keluarga desa, atau keluarga ras nasional. Oleh karena itu Mbah reni berpikiran bahwa topengnya hanya aman digunakan oleh keturunan keluarganya.
Kesucian topeng milik Mbah Reni juga perlu diakui karena dipengaruhi oleh tokoh kuat seperti seorang bupati. Fakta yang berasal dari pemahaman Jawa mengungkapkan bahwa hierarki social-politik adalaj cerminan dari hirarki ilahi.
Di sisi lain ada konflik kepercayaan pada saat itu. Seperti perempuan yang beragama Islam tidak diizinkan untuk menghadiri pertunjukan Topeng Malang karena sesuatu hal. Bahkan keberadaan wayang hamper tidak ditoleransi oleh kalangan Islam karena mereka menganggap hal tersebut bagian dari menyembah berhala.
Menurut tradisi, pemahat topeng selalu transpirasi membuat topeng ketika menemukan pohon yang berbentuk unik di sekitar mereka. Bahkan kadang mereka membuat topeng karena melalui mimpi.
Begitu juga dengan karya seni lainnya, seperti wayang Lek (wayang tokoh yang terbuat dari daun aren). Pemimpin ludruk di Polowidjen memiliki satu set wayang lek. Keberadaan pusaka ini diselimuti mitos dan legenda desa.
Pada sebuah cerita bahwa pada suatu hari yang panjang, ada seorang warga yang tidur di bawah pohon palem dan bermimpi bahwa Ia harus membuat wayang tokoh dari pohon palem. Ia terbangun dan dijatuhi daun kelapa. Kemudian Ia lalu membuat set eplek wayang dan saat itu menjadi pusaka desa untuk menangkal kejahatan dan menyembuhkan penyakit.
Saat ini bagaimanapun juga pusaka tersebut tidak lagi dimainkan sebagai bagian dari desa, tapi hanya disimpan di satu kotak di sebuah rumah keluarga di desa tersebut.[]  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar