Oleh
Onghokham
Kastawi dari Polowidjen
Hari
ini di desa Polowidjen seorang pria bernama Kastawi adalah salah-satunya yang
terlibat dalam bisnis wayang topeng. Ia adalah keturunan Mbah Reni, dan oleh
karenanya ia mewarisi topeng ayahnya sebagai penerus untuk menjaga tradisi.
Ia
terkenal sebagai pemahat topeng, meskipun dari kurangnya pelindung maskernya
kurang mewah dari Mbah Reni. Sepuluh tahun yang lalu ia bermain dengan
rombongan wayang. Namun sayang, pada saat itu orang-orang desa sudah lebih
banyak berintergrasi dengan orang kota.
Orang-orang
desa datang ke kota lebih diperkerjakan sebagai buruh, sopir truk, tukang kayu,
dan pembuat mebel. Orang-orang kehilangan minat terhadap topeng wayang tersebut
dan lebih memilih ludruk dan wayang orang.
Pada
saat itu, topeng wayang sudah terlihat sepi. Akhirnya ia pergi dan memutuskan
untuk memimpin sebuah kelompok wayang orang. Alasannya adalah bahwa ia tidak
mampu bersaing dengan kelompok kerabatnya dari Djabung yang terkenal dengan
gamelan perunggunya.Miliknya hanya gamelan besi kualitas biasa.
Kastawi
tetap menjadi pemahat topeng selama lima tahun terakhir. Seorang pengusaha Chinese menyuruhnya untuk membuat topeng
sebanyak 40 buah untuk tradisi Jawa Tengah, bukan tradisi Malangan. Ia
membutuhkan topeng tersebut untuk sekolah tari anak-anaknya, yang mengajarkan
gaya tari Jawa Tengah.
Terkadang
ia masih membuat topeng jenis Malangan untuk dibawa orang ke luar kota. Ia
mendapat Rp 750 untuk satu topeng atau pada saat itu harga untuk satu samapai
dua liter beras. Ini memakan seminggu sampai sepuluh hari kerja.
Apa
yang ia dapatkan sebenarnya tidak sebanding dengan kebutuhan keluarga. Namun,
hanya cukup untuk menjaga tradisi ukiran topeng agar tetap hidup. Meski begitu,
ia juga tetap memperoleh keuntungan sesuai kerja kerasnya. Bahan untuk membuat
topeng ia beli sendiri dan terkadang jika ada sisa ia pergunakan untuk
topengnya sendiri atau pesanan lainnya.
Suatu
bentuk wayang topeng memiliki makna literal dari wayang topeng sebagai performance tari topeng yang digunakan.
Di beberapa daerah lain seperti Ponorogo memiliki bentuk topeng yang sangat
menonjol. Bentuknya berupa Harimau dengan Burung Merak di atasnya. Kesenian ini
masih semarak untuk menemani perayaan seperti pernikahan.
Jawa Pahlawan dalam Siklus Panji
Orang-orang
yang mengukir bagi dirinya sendiri yang biasanya tokoh tersebut dihargai-Nya
seperi Panji Anom. Ketika kebutuhan muncul dan kesempatan datang, Kastawi
menjual topeng ini. Tak satupun dari karya-karyanya yang dianggap topeng pusaka.
Karyanya lebih kuat diarahkan untuk ukiran mebel. Namun ia mengamati
pengorbanan yang diperlukan dan upacara membakar dupa dan puasa sebelum memulai
membuat topeng.
Seorang
warga desa lainnya mengamati Kastawi, bahwa ia adalah generasi tua. Mungkin
Kastawi merasa terikat pada tradisi sastra lisan dalam wayang topeng sedangkan
ia dapat menyatakan dirinya lebih bebas dalam ludruk dengan mengadopsi bagian
lingkungan manapun untuk ia gunakan.
Kastawi
mungkin akan jadi yang pewaris terakhir di Polowidjen untuk mengukir topeng dan
seperti tradisi topeng pada masa lalu. Ia tidak memiliki murid atau asisten
yang bisa untuk menggantikannya sebagai sosok Mbah Reni yang dulu.
Namun,
tukang kayu dan furniture sebagai
bisnis yang tersisa untuk desa yang dulunya terkenal sebagai pembuat Topeng
Wayang. Banyak penduduk Polowidjen yang sekarang terlibat dalam industri ini. Desa
ini dikenal sebagai pusat “Furniture
Belanda Lama”. Desa Polowidjen juga terkenal sebagai mebel antik dengan ukiran
erat terkait dengan dekorasi topeng.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar