Sabtu, 18 Mei 2013

Wayang dalam Dunia Topeng Malang (bag 6)



Oleh Onghokham
Kastawi dari Polowidjen
Hari ini di desa Polowidjen seorang pria bernama Kastawi adalah salah-satunya yang terlibat dalam bisnis wayang topeng. Ia adalah keturunan Mbah Reni, dan oleh karenanya ia mewarisi topeng ayahnya sebagai penerus untuk menjaga tradisi.
Ia terkenal sebagai pemahat topeng, meskipun dari kurangnya pelindung maskernya kurang mewah dari Mbah Reni. Sepuluh tahun yang lalu ia bermain dengan rombongan wayang. Namun sayang, pada saat itu orang-orang desa sudah lebih banyak berintergrasi dengan orang kota.
Orang-orang desa datang ke kota lebih diperkerjakan sebagai buruh, sopir truk, tukang kayu, dan pembuat mebel. Orang-orang kehilangan minat terhadap topeng wayang tersebut dan lebih memilih ludruk dan wayang orang.
Pada saat itu, topeng wayang sudah terlihat sepi. Akhirnya ia pergi dan memutuskan untuk memimpin sebuah kelompok wayang orang. Alasannya adalah bahwa ia tidak mampu bersaing dengan kelompok kerabatnya dari Djabung yang terkenal dengan gamelan perunggunya.Miliknya hanya gamelan besi kualitas biasa.

 
Kastawi tetap menjadi pemahat topeng selama lima tahun terakhir. Seorang pengusaha Chinese menyuruhnya untuk membuat topeng sebanyak 40 buah untuk tradisi Jawa Tengah, bukan tradisi Malangan. Ia membutuhkan topeng tersebut untuk sekolah tari anak-anaknya, yang mengajarkan gaya tari Jawa Tengah.
Terkadang ia masih membuat topeng jenis Malangan untuk dibawa orang ke luar kota. Ia mendapat Rp 750 untuk satu topeng atau pada saat itu harga untuk satu samapai dua liter beras. Ini memakan seminggu sampai sepuluh hari kerja.
Apa yang ia dapatkan sebenarnya tidak sebanding dengan kebutuhan keluarga. Namun, hanya cukup untuk menjaga tradisi ukiran topeng agar tetap hidup. Meski begitu, ia juga tetap memperoleh keuntungan sesuai kerja kerasnya. Bahan untuk membuat topeng ia beli sendiri dan terkadang jika ada sisa ia pergunakan untuk topengnya sendiri atau pesanan lainnya.
Suatu bentuk wayang topeng memiliki makna literal dari wayang topeng sebagai performance tari topeng yang digunakan. Di beberapa daerah lain seperti Ponorogo memiliki bentuk topeng yang sangat menonjol. Bentuknya berupa Harimau dengan Burung Merak di atasnya. Kesenian ini masih semarak untuk menemani perayaan seperti pernikahan.
Jawa Pahlawan dalam Siklus Panji
Orang-orang yang mengukir bagi dirinya sendiri yang biasanya tokoh tersebut dihargai-Nya seperi Panji Anom. Ketika kebutuhan muncul dan kesempatan datang, Kastawi menjual topeng ini. Tak satupun dari karya-karyanya yang dianggap topeng pusaka. Karyanya lebih kuat diarahkan untuk ukiran mebel. Namun ia mengamati pengorbanan yang diperlukan dan upacara membakar dupa dan puasa sebelum memulai membuat topeng.
Seorang warga desa lainnya mengamati Kastawi, bahwa ia adalah generasi tua. Mungkin Kastawi merasa terikat pada tradisi sastra lisan dalam wayang topeng sedangkan ia dapat menyatakan dirinya lebih bebas dalam ludruk dengan mengadopsi bagian lingkungan manapun untuk ia gunakan.
Kastawi mungkin akan jadi yang pewaris terakhir di Polowidjen untuk mengukir topeng dan seperti tradisi topeng pada masa lalu. Ia tidak memiliki murid atau asisten yang bisa untuk menggantikannya sebagai sosok Mbah Reni yang dulu.
Namun, tukang kayu dan furniture sebagai bisnis yang tersisa untuk desa yang dulunya terkenal sebagai pembuat Topeng Wayang. Banyak penduduk Polowidjen yang sekarang terlibat dalam industri ini. Desa ini dikenal sebagai pusat “Furniture Belanda Lama”. Desa Polowidjen juga terkenal sebagai mebel antik dengan ukiran erat terkait dengan dekorasi topeng.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar